ZMedia Purwodadi

Sidang Gugatan Rombel, Dedi Mulyadi Bongkar Kebusukan Sekolah Swasta

Table of Contents
Featured Image


OganAktual.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tidak menghiraukan gugatan yang diajukan oleh sejumlah sekolah swasta terkait kebijakan rombongan belajar (rombel). Kebijakan tersebut menetapkan bahwa satu kelas di sekolah negeri bisa diisi hingga 50 siswa, sedangkan sebelumnya hanya 30 siswa. Kebijakan ini berdampak pada banyak sekolah swasta yang mengalami penurunan jumlah murid, sehingga memicu protes dan pengajuan gugatan.

Delapan organisasi sekolah swasta di Jawa Barat resmi menggugat kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan nomor perkara 121/G/2025/PTUN.BDG. Mereka menilai kebijakan penambahan jumlah rombel di sekolah negeri berpotensi mengancam kelangsungan pendidikan di sekolah swasta.

Organisasi yang menggugat antara lain: - Forum Kepala Sekolah SMA Provinsi Jawa Barat; - Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bandung; - BMPS Kabupaten Cianjur; - BMPS Kota Bogor; - BMPS Kabupaten Garut; - BMPS Kota Cirebon; - BMPS Kabupaten Kuningan; - BMPS Kota Sukabumi.

Dedi Mulyadi justru menantang balik delapan organisasi tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak masalah jika digugat. Bahkan, ia menyentil soal sekolah swasta yang juga menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).

BOS adalah program pemerintah yang bertujuan membantu biaya operasional sekolah, baik negeri maupun swasta. Sementara BPMU adalah bantuan dana dari Pemprov Jabar untuk SMA, SMK, SLB, dan MA swasta di Jabar, khususnya untuk pembayaran honor guru dan karyawan.

Dedi meyakini bahwa gugatan yang diajukan bukan karena kebijakan rombel itu sendiri, melainkan karena sekolah swasta merasa praktik komersialisasi pendidikannya terancam. Ia bahkan menantang seluruh sekolah swasta di Jabar agar diaudit, agar publik tahu apakah bantuan yang diberikan digunakan sesuai peruntukannya atau tidak.

"Silakan cek data. Mereka juga dibantu pembangunan fisik, operasional, dan sebagainya. Artinya, posisi mereka setara secara bantuan negara," ujar Dedi.

Ia juga menyampaikan bahwa jika gugatan diterima, tidak semua murid di sekolah negeri akan pindah ke sekolah swasta. "Misalnya kalau gugatan diterima, silakan saja hakim keluarkan 47.000 siswa tambahan itu dari Dapodik, dan mereka mau nggak keluar dari sekolah negeri ke swasta? Pasti nggak mau," tegas dia.

Sidang gugatan yang diajukan delapan organisasi sekolah swasta kepada Dedi Mulyadi akan berlangsung pada Kamis (7/8/2025) hari ini. Humas PTUN Bandung, Enrico Simanjuntak, membenarkan bahwa Dedi menjadi pihak tergugat dalam gugatan terkait kebijakan rombel.

Enrico menjelaskan bahwa gugatan diajukan pada 31 Juli 2025. Pemeriksaan akan memakan waktu sekitar 30 hari, setelah itu masuk tahap pembacaan gugatan, jawaban dari tergugat, replik, duplik hingga pembuktian. Pembuktian dimulai dari bukti surat, bukti elektronik, menghadirkan saksi, ahli, dan alat bukti lainnya yang terkait.

Pada tahun ajaran baru 2025/2026, Dedi Mulyadi menerapkan kebijakan jumlah rombel menjadi 50 siswa per kelas di jenjang SMA dan SMK negeri. Kebijakan ini dibuat karena Dedi menilai situasi pendidikan di Jabar darurat akibat banyak anak yang putus sekolah.

"Negara tidak boleh menelantarkan warganya, sehingga tidak bersekolah, jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi."

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat per November 2024, terdapat 658.831 anak di Jawa Barat yang tidak bersekolah. Angka ini mencakup anak yang putus sekolah (drop out) 164.631 anak, lulus tapi tidak melanjutkan 198.570 anak, dan yang belum pernah bersekolah sama sekali 295.530 anak.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Purwanto, mengungkapkan bahwa kebijakan rombel hanya dilakukan pada sekolah di kawasan penduduk padat dan banyak masyarakat miskin. Ia juga menyebut kebijakan itu bersifat sementara dan menyesuaikan kondisi sekolah.

Pemprov Jabar saat ini tengah merencanakan pembangunan ruang kelas baru (RKB) untuk memenuhi kebijakan rombel. Pembangunan RKB diharapkan bisa memecah jumlah siswa tiap kelas agar tidak sampai 50 orang. Targetnya, bisa kembali normal ke angka 36, kalau udah ditambah.