ZMedia Purwodadi

Menteri Hukum Supratman: Pembebasan Tom Lembong untuk Keadilan dan Rekonsiliasi

Table of Contents
Featured Image


OganAktual.com - Presiden Joko Widodo, yang kini telah berpindah tugas, memberikan kebijakan hukum yang mengejutkan menjelang perayaan HUT ke-80 kemerdekaan Indonesia. Dalam kebijakan tersebut, presiden memberikan abolisi terhadap Thomas Trikasih Lembong atau dikenal sebagai Tom Lembong, serta pengampunan kepada 1.178 narapidana lainnya.

Dari jumlah tersebut, beberapa nama terkenal termasuk dalam daftar penerima amnesti. Di antaranya adalah Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) periode 2014–2025, Hasto Kristiyanto, Yulianus Paonganan atau Ongen, dan Sugi Nur Raharja atau Gus Nur. Ketiga tokoh ini sebelumnya dianggap sebagai lawan politik dari presiden sebelumnya, Jokowi. Namun, dalam era kepemimpinan Prabowo, mereka mendapatkan pembebasan.

Dasar Hukum Pemberian Amnesti dan Abolisi

Pemberian amnesti dan abolisi didasarkan pada ketentuan konstitusi dan undang-undang yang berlaku. Berikut penjelasannya:

  • Dasar hukum pemberian amnesti berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa presiden dapat memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Dasar hukum pemberian abolisi juga diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, serta dalam UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 dan UU 17/2014. Selain itu, tata tertib DPR juga menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan.

Sejarah pemerintahan RI mencatat bahwa abolisi pernah digunakan oleh para presiden melalui Keputusan Presiden. Beberapa contohnya antara lain: 1. Keputusan Presiden No. 63 Tahun 1977 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi kepada Para Pengikut Gerakan Fretelin di Timor Timur. 2. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1998. 3. Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 2000. 4. Keputusan Presiden Nomor 93 Tahun 2000. 5. Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 2000. 6. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi Kepada Setiap Orang yang Terlibat Dalam Gerakan Aceh Merdeka.

Proses pemberian abolisi harus dilakukan dengan meminta pertimbangan dari DPR. Presiden akan mengirimkan surat kepada pimpinan DPR RI untuk meminta pendapat. Setelah itu, DPR akan memberikan pertimbangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan Presiden dalam Pemberian Amnesti dan Abolisi

Presiden memberikan amnesti dan abolisi atas dasar rasa kemanusiaan, keadilan, dan rekonsiliasi nasional. Selain itu, pemberian pengampunan juga merupakan hak konstitusional presiden sebagai kepala negara. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan perlindungan Hak Asasi Manusia dan menjaga harmonisasi antara seluruh lapisan masyarakat.

Proses Penyusunan Daftar Nama Terpidana

Proses penyusunan daftar nama terpidana yang mendapat amnesti dan abolisi melibatkan beberapa instansi pemerintah. Antara lain: * Kementerian Hukum * Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan * Kementerian Koordinasi Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan

Proses ini tidak hanya melibatkan satu lembaga, tetapi melibatkan kerja sama lintas sektor agar semua aspek hukum dan sosial dipertimbangkan secara matang.

Waktu Proses dan Penetapan Keputusan

Proses pemberian amnesti dan abolisi memerlukan waktu yang cukup panjang. Berdasarkan ketentuan, presiden harus meminta pertimbangan DPR. DPR kemudian membutuhkan waktu untuk menyiapkan pertimbangan. Misalnya, dalam prosedur pemberian grasi, Mahkamah Agung diberi waktu 30 hari untuk memberi pertimbangan. Presiden kemudian mengirimkan permintaan pertimbangan kepada DPR paling lama 7 hari setelah menerima permohonan amnesti. DPR kemudian mengirimkan pertimbangan paling lama 30 hari setelah menerima permintaan dari presiden.

Setelah itu, presiden menetapkan keputusan presiden berupa pemberian amnesti atau penolakan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Keputusan tersebut disampaikan kepada penerima amnesti paling lama 14 hari sejak ditetapkannya keputusan presiden.

Kritik dan Tanggapan

Beberapa kasus seperti Tom Lembong menarik perhatian publik karena dianggap sebagai bentuk kriminalisasi. Meskipun begitu, keputusan pemberian amnesti dan abolisi bukanlah intervensi terhadap proses hukum yang sedang berlangsung. Keputusan tersebut merupakan hak prerogatif presiden yang diusulkan atas dasar permohonan Kementerian Hukum.

Selain itu, beberapa penerima amnesti terkait kasus ITE dan memiliki perbedaan pandangan politik dengan pemerintahan sebelumnya. Namun, keputusan pemberian amnesti dan abolisi bukanlah bagian dari arah politik baru, tetapi lebih sebagai upaya menciptakan perdamaian dan persatuan bangsa.