ZMedia Purwodadi

Kemenkeu Akui, Rasio Pajak Indonesia Tak Kalah dengan Negara Lain

Table of Contents
Featured Image


OganAktual.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa rasio perpajakan atau tax ratio Indonesia saat ini bisa mencapai angka 13%. Hal ini diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Jakarta.

Yon menjelaskan bahwa perhitungan tax ratio yang digunakan pemerintah saat ini cenderung menggunakan arti sempit. Artinya, hanya penerimaan perpajakan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang dihitung dibagi dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, menurutnya, cara penghitungan ini tidak sepenuhnya mencerminkan potensi sebenarnya dari rasio perpajakan Indonesia.

Menurut Yon, terdapat empat komponen penting yang perlu dimasukkan untuk mendapatkan tax ratio yang lebih akurat dan komprehensif. Empat komponen tersebut antara lain:

  • Penerimaan perpajakan
  • Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA)
  • Pajak daerah
  • Iuran jaminan sosial

Ia menegaskan bahwa jika hanya membandingkan penerimaan DJP dan DJBC saja, maka perbandingan tersebut dinilai kurang lengkap. Oleh karena itu, rasio perpajakan Indonesia sebenarnya berada di kisaran 13% hingga 13,5%.

Penurunan Tax Ratio Tidak Selalu Menandakan Kinerja Melemah

Meski terjadi penurunan angka tax ratio dalam beberapa tahun terakhir, Yon menekankan bahwa hal ini tidak selalu berarti kinerja perpajakan melemah. Ada beberapa faktor yang turut memengaruhi perhitungan tersebut.

Salah satunya adalah pengalihan wewenang pengelolaan beberapa jenis pajak dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Contohnya adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Setelah dialihkan, kedua pajak ini tidak lagi tercatat dalam penerimaan pusat, sehingga tidak masuk dalam perhitungan tax ratio.

Yon mengakui bahwa meskipun Indonesia masih memiliki gap untuk mencapai tingkat tax ratio ideal yaitu sebesar 15% dari PDB, posisi Indonesia tidak terlalu tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga. Malaysia, misalnya, memiliki rasio perpajakan di kisaran 12–13%, sedangkan Vietnam memiliki rasio yang lebih tinggi, yaitu 17–18%. Namun, ia menyoroti bahwa sebagian besar dari rasio perpajakan Vietnam berasal dari iuran jaminan sosial, yaitu sebesar 5,4%.

Pentingnya Penghitungan yang Akurat

Dengan adanya perbedaan pendekatan dalam perhitungan tax ratio, Yon menilai bahwa diperlukan kesadaran bersama untuk melihat data secara lebih komprehensif. Hal ini penting agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kondisi fiskal suatu negara, termasuk potensi penerimaan pajak yang bisa dicapai.

Selain itu, upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pajak juga menjadi salah satu langkah strategis dalam meningkatkan rasio perpajakan. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat lebih aktif dalam memenuhi kewajiban pajak, sehingga membantu pemerintah dalam membangun ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.