Fenomena Bendera One Piece: Tafsir Semiotika dari Dosen Muhammadiyah

Penggunaan Bendera Anime One Piece di Media Sosial
Perbincangan mengenai penggunaan bendera anime One Piece di media sosial menarik perhatian banyak pihak. Fajar Junaedi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), memberikan analisis terkait fenomena ini dengan pendekatan semiotika dan konteks budaya populer.
Menurut Fajar, One Piece bukan hanya sekadar hiburan. Dalam kajian semiotika, serial ini menyimpan banyak pesan dan simbol yang mewakili nilai-nilai tertentu. “One Piece adalah manga shōnen yang berarti manga yang ditujukan untuk remaja pria, sebenarnya telah lama beredar. Dalam konteks semiotika, bisa dilihat dengan memulai dari tema utamanya: kerja keras, kemenangan, dan persahabatan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa setiap karakter dalam One Piece menjadi representasi nilai-nilai tertentu, sementara para musuhnya menjadi lawan ideologis dari nilai-nilai itu. Pertarungan dalam serial ini bukan hanya fisik, tetapi juga ideologis. “Pertempuran ideologis ini menegaskan lagi bahwa nilai-nilai tokoh utama adalah yang terbaik dalam arena pertarungan. Yang dalam manga sebagai bagian dari budaya populer,” tambahnya.
Selain dari sisi cerita, elemen visual juga punya peran penting. Desain karakter, pakaian, dan properti bukan sekadar estetika, tapi mendukung makna cerita. Elemen-elemen itu berfungsi menyampaikan pesan budaya dan sosial yang lebih luas.
Dari sisi politik representasi, Fajar menyebut bahwa karakter dan alur cerita dalam One Piece menggambarkan konflik sosial yang lebih besar. Ia merujuk pada penelitian Thomas Zoth (tahun 2011) yang berjudul The politics of One Piece: Political critique in Oda’s Water Seven. Zoth menyebutkan bahwa alur Water Seven menggunakan karakter untuk mengeksplorasi relasi antara individu dan negara, khususnya dalam hal keamanan nasional. Narasi ini menyiratkan kritik terhadap pengorbanan hak individu demi keamanan yang dirasakan semu.
“Menyiratkan bahwa mengorbankan hak individu demi peningkatan keamanan yang dirasakan tidak dapat diterima, dan memberikan perhatian pada sikap kritis terhadap isu-isu politik,” lanjutnya.
Fajar menilai bahwa ketika bendera dari One Piece dipakai sebagai aktivisme sosial, yang dapat dimaknai sebagai simbol identitas kelompok. Dalam konteks apa yang terjadi di Indonesia saat ini, penggunaannya merupakan aktivisme sosial yang melakukan resistensi.
Merujuk pada sosiolog Alberto Melucci, gerakan sosial memerlukan hadirnya simbol untuk menyatukan orang. Bendera berfungsi sebagai penanda identitas yang memberikan kepada individu sebuah rasa menjadi bagian aktivisme digital.
Namun ia menyayangkan bahwa penggunaan bendera One Piece di status media sosial, memasang profil bahkan mendiskusikannya di media sosial hingga kemudian viral dan menjadi berita yang ditayangkan media massa, justru menjadi kontraproduktif. “Setelahnya media massa menjadikannya berita, lengkap dengan komentar para pejabat yang acapkali justru malah kontraproduktif bagi pemerintah karena ketidakpahaman,” tutupnya.