Ben Gvir Serbu Al-Aqsa Saat Rakyat Gaza Kelaparan, Isyarat Rebutan Masjid Suci?

Provokasi di Masjid Al-Aqsa Memicu Kekhawatiran dan Kecaman Internasional
Di tengah situasi krisis yang terjadi di wilayah Gaza, tindakan provokatif oleh pejabat Israel kembali memicu kekhawatiran dari berbagai pihak. Pada hari Minggu (3/8/2025), Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir, memimpin ratusan pemukim untuk menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa. Aksi ini dilakukan dalam kondisi yang sangat ketat dengan pengawalan polisi, dan sejumlah pemukim melakukan doa Talmud Yahudi dengan suara keras, mencoba memicu reaksi dari jamaah Muslim.
Video yang dirilis menunjukkan para pemukim bergerak di halaman masjid, beberapa di antaranya menari dan berteriak, mengganggu suasana kesucian tempat ibadah umat Islam tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa status quo di Yerusalem yang telah lama menetapkan bahwa ibadah orang Yahudi dilarang di dataran tinggi Kota Tua Yerusalem Timur tidak lagi dihormati.
Selama seabad terakhir, kelompok-kelompok Zionis telah sering melanggar perjanjian tersebut. Aksi yang terjadi pada hari Minggu ini merupakan salah satu contoh 'serangan' terbesar terhadap situs suci umat Islam. Warga setempat mengatakan bahwa wilayah tersebut sebelum dan sesudah aksi provokasi itu terlihat seperti 'pangkalan militer', karena banyaknya pos pemeriksaan dan pasukan keamanan yang hadir.
Sejak menjadi menteri di bawah pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Ben Gvir telah memimpin setidaknya 11 'aksi penyerbuan' terhadap Masjid Al-Aqsa. Beberapa politisi sayap kanan lainnya juga telah menyampaikan pandangan ekstrem, termasuk mendukung penghancuran Al-Aqsa dan pembangunan kuil di lokasi yang mereka klaim pernah berdiri kuil-kuil Yahudi.
Salah satu anggota parlemen sayap kanan Likud, Amit Halevi, ikut serta dalam aksi tersebut. Ia telah sering menyuarakan kebijakan radikal, termasuk rencana untuk menghancurkan semua sumber air, makanan, dan energi di Gaza. Pada Juni 2023, ia mengajukan rancangan undang-undang yang akan membagi Masjid Al-Aqsa antara Muslim dan Yahudi, dengan membagi akses dari halaman Kubah Batu hingga ujung perbatasan utara masjid.
Warga Palestina khawatir bahwa aksi penyerbuan yang semakin intensif sejak Israel meluncurkan perang di Gaza pada Oktober 2023 sedang meletakkan dasar bagi pembagian masjid tersebut. Ini mirip dengan kejadian di Masjid Ibrahimi di Hebron pada tahun 1990-an. Saat ini, akses warga Muslim ke situs tersebut terbatas, dan bulan lalu, otoritas Israel mengalihkan kewenangan masjid dari pemerintah kota Hebron yang dikelola Palestina kepada dewan pemukim.
Kecaman dari Berbagai Pihak
Aouni Bazbaz, direktur urusan internasional di Wakaf Islam, organisasi yang mengelola Masjid Al-Aqsa, menggambarkan aksi tersebut sebagai sangat menyakitkan dan disesalkan. Menurutnya, aksi provokasi ini merupakan ancaman terhadap status quo historis dan sebuah hasutan untuk kekerasan. "Ada jumlah orang [pemukim Israel] yang mengerikan dan beberapa di antaranya adalah tokoh penting," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa aksi ini merupakan bagian dari proyek besar, di mana kelompok sayap kanan religius ekstrem berusaha merusak status quo dan mengikuti contoh Masjid Ibrahimi di Hebron. "Tidak ada jamaah di sini saat ini, tempat ini kosong, Kota Tua kosong. Ini barak militer," tambahnya.
Kegubernuran Yerusalem juga mengecam serangan tersebut dan mengimbau masyarakat internasional, khususnya negara-negara Muslim, untuk segera mengambil tindakan. Mereka menilai aksi ini bukan hanya serangan tradisional, tetapi juga tahap penting untuk memaksakan kedaulatan Yahudi atas Masjid Al-Aqsa dan membaginya secara spasial antara Muslim dan pemukim.
Kementerian Luar Negeri Yordania juga mengecam keras serangan tersebut, menyebutnya sebagai provokasi yang tidak dapat diterima. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Saudi mengutuk aksi provokatif yang dilakukan oleh Ben Gvir dan menekankan bahwa praktik-praktik ini memicu konflik di wilayah tersebut.